Hidup Sebagai "Civitas Academika", Hanya Punya Dua Pilihan: Apatis Atau Idealis Untuk Indonesia

Hidup Sebagai "Civitas Academika", Hanya Punya Dua Pilihan:  Apatis Atau Idealis Untuk Indonesia

SELAMAT DATANG DI HOME PAGE BUJANG POLITIK BERKATA


BIODATAKU

  • Nama : EKO INDRAYADI
  • TTL : Baturaja,28 Maret 1991
  • Alamat : Jalan Pesanggrahan, Ciputat-Jaksel
  • No HP : 0856692432xxx

Sendiri Kita Kaji, Berdua Kita Diskusi, Bertiga Kita Aksi

Tulisan Seleksi


Jika Aku Menjadi JEI Ambassador
(Pemuda Pengemudi Masa)

Seribu orang tua mungkin hanya bisa bermimpi dan berharap. Namun, sepuluh orang pemuda bisa menjadi pelopor yang mengubah dunia. Kata-kata inilah yang senantiasa tertanam dalam benak dan diri saya. Bukan tanpa alasan, sebagai salah satu pemuda yang terlahir di Indonesia. Keinginan untuk selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan positif untuk kemajuan bangsa ini bukan hanya sampai pada tahap harapan dan mimpi. Tetapi sudah selayaknya membutuhkan sebuah proses implementasi yang mendalam dalam mengerahkan setiap potensi tenaga dan pemikiran.
Dalam berproses mencapai hal tersebut, membangun wawasan budaya dan sejarah melalui penjajakan mendalam tentang situasi dan kondisi museum yang ada di Kota Tua Jakarta adalah langkah tepat dan mendasar. Selain sebagai wahana  pembentukan karakter pemuda. Kegiatan ini juga sebagai langkah awal dalam menumbuhkan perasaan cinta yang mendalam terhadap Indonesia. Kegiatan JEI adalah langkah yang sangat signifikan dalam perubahan ke arah positif untuk para pemuda. Kegiatan ini sangat sikron dengan pernyataan seorang filsuf Plato, Historia Vitae Magistra. Sejarah adalah sumber kehidupan. Melalui sejarahlah terkadang sebuah masa depan dirancang dan dibangun. Sejarah juga ibarat sebuah pondasi yang menentukan, seberapa kuat sebuah bangsa bisa bertahan dalam dua kemungkinan, maju dan mundurnya di masa mendatang.
Oleh sebab itu, meskipun seringkali sejarah dikaitkan dengan sesuatu yang membosankan karena dianggap sebagai cerita-cerita yang jadul. Namun setidaknya, sejarah bisa menjadi sebuah inspirasi bagi golongan pemuda yang suatu saat mengambil bagian dalam proses sejarah tersebut. Datang ke museum dengan beragam permainan yang fun dan tidak membosankan. Merupakan alternatif  pilihan yang bisa dilakukan oleh anak-anak muda yang kini sudah mulai tergerus minatnya oleh modernisasi dan mal-mal megah yang berdiri berdampingan dengan pusat perbelanjaan. Museum bukanlah hal yang membosankan. Karena dengan mendatanginya kita bisa bertukar pandangan mengenai pengetahuan sejarah yang kita pelajari di bangku sekolah. Tidak hanya sebatas pada membaca dan memahaminya. Tetapi juga ikut mengerti mengenai bagaimana proses sejarah itu berlangsung.
Mendatangi Kota Tua misalnya, Sangat edukatif dalam membangun wawasan dan cakrawala budaya bagi generasi muda. Tidak hanya sekedar paham dan mengerti bagaimana sebuah peradaban, khususnya di Jakarta terbentuk. Tetapi juga secara umum memberi pembelajaran mengenai cikal-bakal terbentuknya negara Indonesia. Di Kota Tua, kita dapat menyaksikan bagaimana sebuah peradaban dibangun dan dibentuk. Memang jika kita lihat, museum ini hanyalah bangunan-bangunan kosong dan saksi bisu dari sejarah. Tetapi, dengan berkontribusi melalui kegiatan mengunjungi museum. Kita sudah menghidupkan sebuah semangat dan jiwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar. Karena ibarat sebuah perumpamaan jika museum adalah deskripsi sejarah bangsa, maka pemudalah yang menjadi jiwa dan ruh dari jalannya proses peradaban kebudayaan sebuah bangsa.
Seyogyanya, sebagaimana yang saya ungkapkan di atas. Tidak ada keinginan yang terlalu muluk dan jumawa  mengenai alasan saya untuk ikut dalam pemilihan JEI Ambasassador. Alasan mendasarnya hanyalah berpartisipasi dan menularkan bagaimana rasa cinta kepada sejarah dan budaya kepada anak-anak muda. Meskipun besar harapan dapat mengenalkan budaya Indonesia ke seluruh dunia. Tetapi, hal tersebut akan terlihat mustahil dan sulit jika tidak membangun perasaan cinta terhadap sejarah dan budaya mulai dari diri para pemuda. Sebab, keelokan Indonesia hanya terlihat semu jika tanpa kecintaan mendalam dari generasi mudanya.[]

*Eko Indrayadi
Mahasiswa Ilmu Politik UIN Jakarta dan Kahfi Public Speaking School

Tulisan ini dibuat sebagai salah satu syarat pemilihan JEI Ambasador oleh YouthEmpowering 2012 

0 komentar:

Posting Komentar

Masa & Air Mata

(Ciputat,18 November 2009)

Kulalui masa . . .

Mengepung keinginan dalam pelita

Menyesak di dalam rintihan air mata

Melambai bersama angin senja

Bergerak perlahan, bebas dan bergerak

Berubah-ubah bersama sunyi

Sembilu perih menggores hati

Mendayu-dayu menjadi satu

Relakan aku membuang waktu

Kubuang sauh,

kemudi diri yang mulai lalu

Berlari setapak demi setapak hadapi hidup

Dari masa, menjadi rasa.

Rasa air mata.

OPTIMIS

(Ciputat, 4 November 2009)

Diantara sunyi,

Meniti bait-bait nada tiada henti

Berjalan jajaki setiap misteri

Dalam sanubari

Terbenam kelam

Pagi tak kembali

Rembulan berlari,

Kukejar mentari

Semua adalah pragmatis tanpa idealis

Dramatis tanpa argumentasi

Tercoret mesra pada tembok-tembok tinggi

Kukejar, kejar dan tak kan pernah henti

Kulangkah, dan pasti terlewati

Ya. . .Ya . . .Ya

Ya

Aku tulis sebuah testimoni

Antara hati nurani, konsensus-sugesti.

Ketika parade kedilan negeri.

Mati suri oleh suatu institusi.

Lembaga-lembaga rakyat.

Berkarat dan berbau lumpur akherat.

Membusuk!, berulat.

Kemanakah lagi kami harus mencari?

Keadilan!

Kesejahteraan!

Ataukah semua telah diobral?

Dimarginalkan oleh royalti dan kepentingan.

Aku bertanya,

Apakah nasib baik sudah tiada?

Diatur dan dikendalikan dengan benang-benang merah.

Terikat erat tak mampu dilepaskan.

Atau,

Nasib baik bisa diperdagangkan?

Menjadi kepingan keberuntungan,

Menggunung tersimpan,

Menggunung dipestakan.

Namun hambar.

Ya . . . Ya

Semua telah dipintal jadi satu.

Dalam jaring laba-laba setiap lembaga.

Indah, indah dan mencengangkan.

Tapi,

Mataku, mataku buta tak mampu melihat.

Sebuah bayang-bayang kabur mengkerat dan melekat erat.

Ya . . .Ya . . .Ya

Biarkan saja,

Aku

buta,

Tuli,

bisu.

Semua kau yang atur.

Untuk maju atau mundur.

Asal semua teratur.

Bagianmu bisa kuatur.

Atur, atur, atur,

Yang penting akur

Ciputat, 9 Desember 2009