Hidup Sebagai "Civitas Academika", Hanya Punya Dua Pilihan: Apatis Atau Idealis Untuk Indonesia

Hidup Sebagai "Civitas Academika", Hanya Punya Dua Pilihan:  Apatis Atau Idealis Untuk Indonesia

SELAMAT DATANG DI HOME PAGE BUJANG POLITIK BERKATA


BIODATAKU

  • Nama : EKO INDRAYADI
  • TTL : Baturaja,28 Maret 1991
  • Alamat : Jalan Pesanggrahan, Ciputat-Jaksel
  • No HP : 0856692432xxx

Sendiri Kita Kaji, Berdua Kita Diskusi, Bertiga Kita Aksi

Mendefinisikan Kembali Kegiatan Ospek


Pelaksanaan Ospek yang acapkali menjadi simbol diterimanya mahasiswa baru di sebuah Universitas merupakan acara seremonial rutin yang sering dilakukan tiap tahunnya. Ospek yang notabenenya adalah usaha pengenalan almamater dan kehidupan kampus pada awalnya bertujuan untuk membentuk sikap dan proses dan beradaptasi dari para calon mahasiswa. Ditinjau dari tujuan mendasarnya, Ospek memiliki tujuan baik dan jelas. Asalkan dijalankan sesuai dengan aturan dan prosedur yang bertujuan untuk menanamkan prinsip-prinsip kehidupan kampus yang tersirat dalam Tridarma Perguruan Tinggi; Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian terhadap masyarakat ketika mahasiswa berhasil mencapai gelar sarjana.

Selain itu, ditinjau dari manfaat lainnya. Ospek juga bisa menjadi sarana pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai moral kehidupan di dalam lingkungan mahasiswa. Misalnya saja dengan melakukan kegiatan Ospek yang berlandaskan pada kegiatan-kegiatan positif, seperti Outbond, pelatihan kepemimpinan, dan manajemen keorganisasian. Tetapi sayangnya, stigma negatif terhadap pelaksanaan Ospek seolah sudah tertanam begitu mengakar. Mengingat seringkali Ospek dilabelkan sebagai sarana balas dendam dari para senior kepada yuniornya. Kecenderungan inilah yang seringkali berakibat fatal dengan berubahnya nilai-nilai positif dan membangun di dalam kegiatan Ospek. Menjadi perbuatan amoral dan anarkis. Bentuk kekerasan fisik yang seringkali dilakukan oleh para senior terhadap para yunior yang melakukan kesalahan sepele sudah selayaknya dihilangkan dan tidak dapat ditolerir oleh pihak kampus.

Sangat dilematis apabila kita mengingat dua pasal yang sifatnya bersifat otoriter dalam kehidupan kampus. Pertama, senior selalu benar. Kedua, apabila senior salah maka kembali kepada pasal pertama. Secara jelas, sikap yang tercermin dalam kata-kata tersebut sangatlah tidak mencerminkan sikap seorang mahasiswa yang merupakan penerus estafet dari kepemimpinan bangsa. Keberadaan Ospek yang cenderung menyemai ‘bibit’ kekerasan sudah sepantasnya dihentikan melalui kewenangan yang dimiliki oleh pihak kampus. Agar tidak terciptanya kondisi balas dendam yang berlarut-larut di lingkungan mahasiswa senior terhadap para maba (mahasiswa baru) yang memasuki kampus.

Salah satu cara efisien yang dapat ditempuh adalah dengan merumuskan dan mendefiniskan kembali kegiatan Ospek yang berlaku di kalangan mahasiswa. Pihak kampus, sudah selayaknya memegang kewajiban penuh untuk melakukan monitoring dan pengawasan dalam proses Ospek. Selain itu, pihak kampus dan mahasiswa bisa duduk bersama untuk menyusun konsep pelaksanaan Ospek yang bertujuan untuk mendinamiskan beragam kegiatan postif dan membangun di dalamnya. Kegiatan-kegiatan yang sifatnya militeristik dengan menggunakan kekerasan fisik sudah sepatutnya dirombak dan digantikan oleh kegiatan yang lebih mengedepankan skill dan intelektual. Sehingga diharapkan akan terciptanya kondisi Ospek yang lebih berkarakter positif dan membangun untuk mempersiapkan para mahasiswa sebagai generasi-generasi muda yang tidak hanya memiliki sifat dan akhlak yang terpuji. Tetapi juga, sebagai batu loncatan para mahasiswa baru untuk bersikap lebih dewasa dalam bertindak sebelum memasuki kehidupan kampus. []

0 komentar:

Posting Komentar

Masa & Air Mata

(Ciputat,18 November 2009)

Kulalui masa . . .

Mengepung keinginan dalam pelita

Menyesak di dalam rintihan air mata

Melambai bersama angin senja

Bergerak perlahan, bebas dan bergerak

Berubah-ubah bersama sunyi

Sembilu perih menggores hati

Mendayu-dayu menjadi satu

Relakan aku membuang waktu

Kubuang sauh,

kemudi diri yang mulai lalu

Berlari setapak demi setapak hadapi hidup

Dari masa, menjadi rasa.

Rasa air mata.

OPTIMIS

(Ciputat, 4 November 2009)

Diantara sunyi,

Meniti bait-bait nada tiada henti

Berjalan jajaki setiap misteri

Dalam sanubari

Terbenam kelam

Pagi tak kembali

Rembulan berlari,

Kukejar mentari

Semua adalah pragmatis tanpa idealis

Dramatis tanpa argumentasi

Tercoret mesra pada tembok-tembok tinggi

Kukejar, kejar dan tak kan pernah henti

Kulangkah, dan pasti terlewati

Ya. . .Ya . . .Ya

Ya

Aku tulis sebuah testimoni

Antara hati nurani, konsensus-sugesti.

Ketika parade kedilan negeri.

Mati suri oleh suatu institusi.

Lembaga-lembaga rakyat.

Berkarat dan berbau lumpur akherat.

Membusuk!, berulat.

Kemanakah lagi kami harus mencari?

Keadilan!

Kesejahteraan!

Ataukah semua telah diobral?

Dimarginalkan oleh royalti dan kepentingan.

Aku bertanya,

Apakah nasib baik sudah tiada?

Diatur dan dikendalikan dengan benang-benang merah.

Terikat erat tak mampu dilepaskan.

Atau,

Nasib baik bisa diperdagangkan?

Menjadi kepingan keberuntungan,

Menggunung tersimpan,

Menggunung dipestakan.

Namun hambar.

Ya . . . Ya

Semua telah dipintal jadi satu.

Dalam jaring laba-laba setiap lembaga.

Indah, indah dan mencengangkan.

Tapi,

Mataku, mataku buta tak mampu melihat.

Sebuah bayang-bayang kabur mengkerat dan melekat erat.

Ya . . .Ya . . .Ya

Biarkan saja,

Aku

buta,

Tuli,

bisu.

Semua kau yang atur.

Untuk maju atau mundur.

Asal semua teratur.

Bagianmu bisa kuatur.

Atur, atur, atur,

Yang penting akur

Ciputat, 9 Desember 2009