"Kira-kira pada tahun berdirinya Boedi Oetomo ada seorang wartawan modern, yang menarik perhatian karena lancarnya dan tajamnya pena yang ia pegang. Yaitu almarhum R.M. Djokomono, kemudian bernama Tirtohadisoerjo, bekas murid STOVIA yang waktu itu bekerja sebagai redaktur harian Bintang Betawi (yang kemudian bernama Berita Betawi) lalu memimpin Medan Prijaji dan Soeloeh Pengadilan. Ia boleh disebut pelopor dalam lapangan journalistik."[1]
Begitulah kata–kata Ki Hajar Dewantara dalam buku kenang-kenangannya yang ditulis pada tahun 1952 tentang diri Tirtohadisoerjo atau yang lebih sering dikenal dengan singkatan T.A.S. Ia adalah seorang tokoh kebangkitan nasional, sekaligus perintis dan pelopor gerakan pers dan persuratkabaran di Indonesia.
RM Tirto Adhi Soerjo yang nama kecilnya Djokomono adalah anak kesembilan dari 11 bersaudara. Dia lahir di Blora tahun 1875. Ayahnya seorang pegawai kantor pajak pada masa pemerintah Hindia Belanda bernama Raden Ngabehi Tirtodhipoero. Setelah orangtuanya meninggal, TAS kemudian ikut neneknya Raden Ayu Tirtonoto. Dari neneknya inilah TAS diajarkan untuk menjadi manusia yang mandiri
Didikan kedisiplinan sedari kecil yang dialami oleh Tirto, telah menjadikan dirinya sebagai seorang pribumi cerdas dan bermental baja. Jiwa kepenulisan yang tumbuh sebagai bakat alamiah yang dimilikinya telah menjadi sebuah senjata pamungkas yang mampu menjadi alat organisir
Seperti kebanyakan pemuda lain pada masanya, Tirto mulai merasa resah terhadap prilaku sewenang-wenang pemerintah kolonial. Ia mulai memutar laju penanya untuk terjun ke arah revolusi. Tirto adalah orang pertama yang menggunakan
Karena dianggap menerbitkan harian yang berisi tulisan-tulisan propagandis dan mengancam kestabilan pemerintahan kolonial. Akhirnya Tirto ditangkap dan diasingkan dari pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan, dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara). Setelah selesai masa pembuangannya, Tirto kembali ke
Tirto dikenal sebagai pribadi luhur yang rela berkorban penuh keikhlasan demi kemerdekaan bangsanya. Sifat senantiasa tanpa pamrih dalam menolong sesama tanpa memandang kepada unsur kefeodalan yang terletak pada rasa sensitifisme kesukuan merupakan landasan penting dalam menciptakan persatuan dan kesatuan
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Tirto_Adhi_Soerjo(Diakses pada Minggu, 7 Maret 2011 pukul 14..15 wib)
[2] Aning, Floriberta. S, 100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia, (
[3] Ibid. (Diakses pada Minggu, 7 Maret 2011 pukul 14.20 wib)