Hidup Sebagai "Civitas Academika", Hanya Punya Dua Pilihan: Apatis Atau Idealis Untuk Indonesia

Hidup Sebagai "Civitas Academika", Hanya Punya Dua Pilihan:  Apatis Atau Idealis Untuk Indonesia

SELAMAT DATANG DI HOME PAGE BUJANG POLITIK BERKATA


BIODATAKU

  • Nama : EKO INDRAYADI
  • TTL : Baturaja,28 Maret 1991
  • Alamat : Jalan Pesanggrahan, Ciputat-Jaksel
  • No HP : 0856692432xxx

Sendiri Kita Kaji, Berdua Kita Diskusi, Bertiga Kita Aksi

Mudik Dan Kesiapan Pemerintah



Tradisi Mudik adalah ritual tahunan yang tidak bisa dipisahkan dari kondisi sosial masyarakat Indonesia. Keadaan ini berlangsung sebagai rutinitas yang saling terhubung dengan proses libur panjang menjelang Hari Raya yang menjadi alasan mendasar bagi para pemudik untuk pulang ke kampung halaman. Tetapi sayangnya, permasalahan yang timbul sebagai akibat dari mudik seringkali di pandang sebelah mata. Kuantitas para pemudik yang naik secara signifikan seringkali tidak mendapatkan perhatian yang setimpal dari pemerintah. Kerumitan yang muncul lebih sering dianggap sebagai masalah tahunan yang tak kunjung mendapatkan perhatian maksimal untuk dipecahkan dan dicari solusi praktisnya.
Dalam hemat saya, ada hubungan yang terbentuk dan saling terkait antara kesiapan pemerintah tiap tahunnya dalam menghadapi arus mudik dengan peningkatan jumlah pemudik yang ada. Ditinjau dari masalah yang ditimbulkan. Ritual mudik lebih cenderung memiliki sebab yang sama tiap tahunnya. Dari masalah teknis terhadap kesiapan pelayanan infrastruktur jalanan untuk keselamatan para pemudik, hingga kepada persoalan pengaturan laju kendaraan bermotor yang bertambah tiap tahunnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Neta S. Pane selaku koordinator Indonesian Police Watch (IPW) dalam media Rakyat Merdeka Online, bahwa setidaknya ada 4 masalah krusial yang menjadi persoalan tahunan dari ritual mudik di masyarakat.
Pertama, meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang diikuti oleh jumlah pemudik tiap tahunnya. Kedua, kondisi pelayanan angkutan umum yang hingga kini dianggap buruk dan kurang memadai telah menjadikan pemudik lebih cenderung memilih menggunakan sepeda motor sebagai alternatif pilihan untuk mudik. Ketiga, kondisi jalanan yang buruk, berlubang, tambal sulam, dan berlobang. Sangat berbahaya bagi keselamatan pemudik. Keempat, terbatasnya jumlah personil polisi yang tidak bisa mengimbangi jumlah kendaraan bermotor tiap tahunnya. Sehingga sulit untuk melakukan pengawasan yang maksimal terhadap pemudik.
Permasalahan tersebut merupakan permasalahan klasik yang umum terjadi dari tahun ke tahun. Meskipun bersifat krusial. Penyelesaian masalah tersebut masih kurang maksimal dan lebih cenderung bersifat ‘kejar-tayang’ dalam proses penyelesaiannya. Simak saja persoalan infrastruktur jalanan yang hingga sampai saat ini masih saja mengalami perbaikan yang belum maksimal. Kondisi ini sudah sepatutnya dijadikan bahan evaluasi dari pihak pemerintah dalam menanggapi persoalan mudik tahunan seperti yang terjadi pada saat menjelang Hari Raya Idul Fitri yang sebentar lagi. Sudah sepatutnya pemerintah berbenah diri dalam melihat persoalan mudik tidak lagi sebatas ritual dan kegiatan tahunan dari masyarakat wilayah perkotaan yang ingin menghabiskan waktu dengan bertemu dan bersilaturahmi dengan keluarga mereka yang ada di kampung. Namun, sebagai rutinitas yang harus diperhatikan secara seksama dan maksimal agar terbentuknya kondisi yang kondusif dan perasaan nyaman dan aman dari para pemudik yang akan bepergian menuju kampung halamannya. []

Eko Indrayadi
Mahasiswa FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Direktur Rumput Hijau Institute





Mendefinisikan Kembali Kegiatan Ospek


Pelaksanaan Ospek yang acapkali menjadi simbol diterimanya mahasiswa baru di sebuah Universitas merupakan acara seremonial rutin yang sering dilakukan tiap tahunnya. Ospek yang notabenenya adalah usaha pengenalan almamater dan kehidupan kampus pada awalnya bertujuan untuk membentuk sikap dan proses dan beradaptasi dari para calon mahasiswa. Ditinjau dari tujuan mendasarnya, Ospek memiliki tujuan baik dan jelas. Asalkan dijalankan sesuai dengan aturan dan prosedur yang bertujuan untuk menanamkan prinsip-prinsip kehidupan kampus yang tersirat dalam Tridarma Perguruan Tinggi; Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian terhadap masyarakat ketika mahasiswa berhasil mencapai gelar sarjana.

Selain itu, ditinjau dari manfaat lainnya. Ospek juga bisa menjadi sarana pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai moral kehidupan di dalam lingkungan mahasiswa. Misalnya saja dengan melakukan kegiatan Ospek yang berlandaskan pada kegiatan-kegiatan positif, seperti Outbond, pelatihan kepemimpinan, dan manajemen keorganisasian. Tetapi sayangnya, stigma negatif terhadap pelaksanaan Ospek seolah sudah tertanam begitu mengakar. Mengingat seringkali Ospek dilabelkan sebagai sarana balas dendam dari para senior kepada yuniornya. Kecenderungan inilah yang seringkali berakibat fatal dengan berubahnya nilai-nilai positif dan membangun di dalam kegiatan Ospek. Menjadi perbuatan amoral dan anarkis. Bentuk kekerasan fisik yang seringkali dilakukan oleh para senior terhadap para yunior yang melakukan kesalahan sepele sudah selayaknya dihilangkan dan tidak dapat ditolerir oleh pihak kampus.

Sangat dilematis apabila kita mengingat dua pasal yang sifatnya bersifat otoriter dalam kehidupan kampus. Pertama, senior selalu benar. Kedua, apabila senior salah maka kembali kepada pasal pertama. Secara jelas, sikap yang tercermin dalam kata-kata tersebut sangatlah tidak mencerminkan sikap seorang mahasiswa yang merupakan penerus estafet dari kepemimpinan bangsa. Keberadaan Ospek yang cenderung menyemai ‘bibit’ kekerasan sudah sepantasnya dihentikan melalui kewenangan yang dimiliki oleh pihak kampus. Agar tidak terciptanya kondisi balas dendam yang berlarut-larut di lingkungan mahasiswa senior terhadap para maba (mahasiswa baru) yang memasuki kampus.

Salah satu cara efisien yang dapat ditempuh adalah dengan merumuskan dan mendefiniskan kembali kegiatan Ospek yang berlaku di kalangan mahasiswa. Pihak kampus, sudah selayaknya memegang kewajiban penuh untuk melakukan monitoring dan pengawasan dalam proses Ospek. Selain itu, pihak kampus dan mahasiswa bisa duduk bersama untuk menyusun konsep pelaksanaan Ospek yang bertujuan untuk mendinamiskan beragam kegiatan postif dan membangun di dalamnya. Kegiatan-kegiatan yang sifatnya militeristik dengan menggunakan kekerasan fisik sudah sepatutnya dirombak dan digantikan oleh kegiatan yang lebih mengedepankan skill dan intelektual. Sehingga diharapkan akan terciptanya kondisi Ospek yang lebih berkarakter positif dan membangun untuk mempersiapkan para mahasiswa sebagai generasi-generasi muda yang tidak hanya memiliki sifat dan akhlak yang terpuji. Tetapi juga, sebagai batu loncatan para mahasiswa baru untuk bersikap lebih dewasa dalam bertindak sebelum memasuki kehidupan kampus. []

“SURAT HUKUMAN MATI BUAT PEMBUNUH SAHABAT KAMI”



Assalamu’alaikum Warakhmatullahiwabarakatuh,
Yth. Terhormat Para pemuka hukum dan pemegang amanat keadilan.
Yth. Seluruh MAHASISWA INDONESIA.
Yth. RAKYAT INDONESIA.



BISMILLAHHIRROHMANIRROHIM

Dengan penuh rasa sesal dan sakit. Kami semua mahasiswa dan mahasiswi UIN Jakarta berkumpul menyatukan suara. Bergerak dalam kebersamaan untuk menuntut keadilan di muka meja hijau. Pernahkan Bapak/Ibu pikirkan apa yang pelaku perbuat terhadap sahabat kami. Sebuah pembunuhan terencana yang tidak hanya menghilangkan nyawa dengan tetesan darah penyiksaan. Tetapi juga, menghilangkan cita-cita seorang generasi muda untuk melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang wisuda.

Bapak/Ibu yang terhormat. Bukan sebuah penyesalan yang terlontar yang ingin kami lihat ketika para pembunuh keji itu dengan buas berpesta di atas kesucian sahabat kami. Bukan wajah polos dan sayu dengan raup kesedihan para pelaku yang ingin kami lihat. Tetapi, kami melihat bagaimana kedua orang tua sahabat kami sangat terpukul dengan kejadian. Saudara-saudaranya yang tidak mampu berkata-kata akibat luka batin yang mendalam.

Bapak/Ibu yang terhormat. Di dalam kitab KUHP telah jelas dan nyata disebutkan. Apa hukuman setimpal bagi pelaku pembunuhan berencana? Ya, tertulis jelas dalam pasal 340 KUHP bahwa hukuman berat bagi pelaku adalah : MATI. Hukuman yang setimpal bagi para pelaku yang tiada kenal rasa prikemanusian. Sudah jelas bagaimana biadabnya para pelaku melakukan pekerjaan hina dengan akhir hilangnya  nyawa sahabat kami.

Bapak/Ibu yang terhormat. KAMI MAHASISWA UIN JAKARTA. DENGAN INI MENUNTUT HUKUMAN MATI TERHADAP PARA PELAKU PEMBUNUH SAHABAT KAMI IZZUN NAHDIYAH, MAHASISWA FISIP UIN JAKARTA. AGAR DIHUKUM MATI!!! AGAR TIDAK LAGI TERULANG KASUS YANG SAMA YANG SUATU SAAT MENIMPA PUTRA/PUTRI, BAPAK DAN IBU SEKALIAN.

Wassalamualaikum Warakhmatullahiwabarakatuh.

                                                                                                                                TTD
                                                                                              SELURUH MAHASISWA UIN JAKARTA

Tulisan Seleksi


Jika Aku Menjadi JEI Ambassador
(Pemuda Pengemudi Masa)

Seribu orang tua mungkin hanya bisa bermimpi dan berharap. Namun, sepuluh orang pemuda bisa menjadi pelopor yang mengubah dunia. Kata-kata inilah yang senantiasa tertanam dalam benak dan diri saya. Bukan tanpa alasan, sebagai salah satu pemuda yang terlahir di Indonesia. Keinginan untuk selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan positif untuk kemajuan bangsa ini bukan hanya sampai pada tahap harapan dan mimpi. Tetapi sudah selayaknya membutuhkan sebuah proses implementasi yang mendalam dalam mengerahkan setiap potensi tenaga dan pemikiran.
Dalam berproses mencapai hal tersebut, membangun wawasan budaya dan sejarah melalui penjajakan mendalam tentang situasi dan kondisi museum yang ada di Kota Tua Jakarta adalah langkah tepat dan mendasar. Selain sebagai wahana  pembentukan karakter pemuda. Kegiatan ini juga sebagai langkah awal dalam menumbuhkan perasaan cinta yang mendalam terhadap Indonesia. Kegiatan JEI adalah langkah yang sangat signifikan dalam perubahan ke arah positif untuk para pemuda. Kegiatan ini sangat sikron dengan pernyataan seorang filsuf Plato, Historia Vitae Magistra. Sejarah adalah sumber kehidupan. Melalui sejarahlah terkadang sebuah masa depan dirancang dan dibangun. Sejarah juga ibarat sebuah pondasi yang menentukan, seberapa kuat sebuah bangsa bisa bertahan dalam dua kemungkinan, maju dan mundurnya di masa mendatang.
Oleh sebab itu, meskipun seringkali sejarah dikaitkan dengan sesuatu yang membosankan karena dianggap sebagai cerita-cerita yang jadul. Namun setidaknya, sejarah bisa menjadi sebuah inspirasi bagi golongan pemuda yang suatu saat mengambil bagian dalam proses sejarah tersebut. Datang ke museum dengan beragam permainan yang fun dan tidak membosankan. Merupakan alternatif  pilihan yang bisa dilakukan oleh anak-anak muda yang kini sudah mulai tergerus minatnya oleh modernisasi dan mal-mal megah yang berdiri berdampingan dengan pusat perbelanjaan. Museum bukanlah hal yang membosankan. Karena dengan mendatanginya kita bisa bertukar pandangan mengenai pengetahuan sejarah yang kita pelajari di bangku sekolah. Tidak hanya sebatas pada membaca dan memahaminya. Tetapi juga ikut mengerti mengenai bagaimana proses sejarah itu berlangsung.
Mendatangi Kota Tua misalnya, Sangat edukatif dalam membangun wawasan dan cakrawala budaya bagi generasi muda. Tidak hanya sekedar paham dan mengerti bagaimana sebuah peradaban, khususnya di Jakarta terbentuk. Tetapi juga secara umum memberi pembelajaran mengenai cikal-bakal terbentuknya negara Indonesia. Di Kota Tua, kita dapat menyaksikan bagaimana sebuah peradaban dibangun dan dibentuk. Memang jika kita lihat, museum ini hanyalah bangunan-bangunan kosong dan saksi bisu dari sejarah. Tetapi, dengan berkontribusi melalui kegiatan mengunjungi museum. Kita sudah menghidupkan sebuah semangat dan jiwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar. Karena ibarat sebuah perumpamaan jika museum adalah deskripsi sejarah bangsa, maka pemudalah yang menjadi jiwa dan ruh dari jalannya proses peradaban kebudayaan sebuah bangsa.
Seyogyanya, sebagaimana yang saya ungkapkan di atas. Tidak ada keinginan yang terlalu muluk dan jumawa  mengenai alasan saya untuk ikut dalam pemilihan JEI Ambasassador. Alasan mendasarnya hanyalah berpartisipasi dan menularkan bagaimana rasa cinta kepada sejarah dan budaya kepada anak-anak muda. Meskipun besar harapan dapat mengenalkan budaya Indonesia ke seluruh dunia. Tetapi, hal tersebut akan terlihat mustahil dan sulit jika tidak membangun perasaan cinta terhadap sejarah dan budaya mulai dari diri para pemuda. Sebab, keelokan Indonesia hanya terlihat semu jika tanpa kecintaan mendalam dari generasi mudanya.[]

*Eko Indrayadi
Mahasiswa Ilmu Politik UIN Jakarta dan Kahfi Public Speaking School

Tulisan ini dibuat sebagai salah satu syarat pemilihan JEI Ambasador oleh YouthEmpowering 2012 

Masa & Air Mata

(Ciputat,18 November 2009)

Kulalui masa . . .

Mengepung keinginan dalam pelita

Menyesak di dalam rintihan air mata

Melambai bersama angin senja

Bergerak perlahan, bebas dan bergerak

Berubah-ubah bersama sunyi

Sembilu perih menggores hati

Mendayu-dayu menjadi satu

Relakan aku membuang waktu

Kubuang sauh,

kemudi diri yang mulai lalu

Berlari setapak demi setapak hadapi hidup

Dari masa, menjadi rasa.

Rasa air mata.

OPTIMIS

(Ciputat, 4 November 2009)

Diantara sunyi,

Meniti bait-bait nada tiada henti

Berjalan jajaki setiap misteri

Dalam sanubari

Terbenam kelam

Pagi tak kembali

Rembulan berlari,

Kukejar mentari

Semua adalah pragmatis tanpa idealis

Dramatis tanpa argumentasi

Tercoret mesra pada tembok-tembok tinggi

Kukejar, kejar dan tak kan pernah henti

Kulangkah, dan pasti terlewati

Ya. . .Ya . . .Ya

Ya

Aku tulis sebuah testimoni

Antara hati nurani, konsensus-sugesti.

Ketika parade kedilan negeri.

Mati suri oleh suatu institusi.

Lembaga-lembaga rakyat.

Berkarat dan berbau lumpur akherat.

Membusuk!, berulat.

Kemanakah lagi kami harus mencari?

Keadilan!

Kesejahteraan!

Ataukah semua telah diobral?

Dimarginalkan oleh royalti dan kepentingan.

Aku bertanya,

Apakah nasib baik sudah tiada?

Diatur dan dikendalikan dengan benang-benang merah.

Terikat erat tak mampu dilepaskan.

Atau,

Nasib baik bisa diperdagangkan?

Menjadi kepingan keberuntungan,

Menggunung tersimpan,

Menggunung dipestakan.

Namun hambar.

Ya . . . Ya

Semua telah dipintal jadi satu.

Dalam jaring laba-laba setiap lembaga.

Indah, indah dan mencengangkan.

Tapi,

Mataku, mataku buta tak mampu melihat.

Sebuah bayang-bayang kabur mengkerat dan melekat erat.

Ya . . .Ya . . .Ya

Biarkan saja,

Aku

buta,

Tuli,

bisu.

Semua kau yang atur.

Untuk maju atau mundur.

Asal semua teratur.

Bagianmu bisa kuatur.

Atur, atur, atur,

Yang penting akur

Ciputat, 9 Desember 2009